Pengertian Hukum Perbankan
Secara terminologi “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence yaitu
suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yang
memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangkubangku di halaman pasar.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum ini
merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah
perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus
dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan tersebut.
Sedangkan menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H pengertian hukum perbankan
adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan
bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta
hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.
Ada beberapa kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia,
diantaranya yaitu:
1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah sebagai
penghimpun dan pengatur dana masyarakat, dan bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional.
2. Perbankan Indonesia sebagai sarana untuk memelihara kesinambungan
pelaksanaan pembangunan nasional, juga guna mewujudkan masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur.
3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada
masyarakat tetap harus senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan yang
semakin berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional dan internasional.
Sedangkan peranan hukum modern mempunyai sifat dan fungsi instrumental, yaitu
bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan membawakan perubahanperubahan
melalui pembuatan perundang-undangan yang dijadikan sebagai sarana
menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan
keadaan-keadaan yang baru atau mengubah sesuatu yang sudah ada.
Ruang Lingkup Hukum Perbankan
Yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai
berikut:
a. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan
bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan,
hubungan hak dan kewajiban bank.
b. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan
karyawan,.
c. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan
persaingan yang tidak sehat, perlindungan nasabah dan lain-lain.
d. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral dan lainlain.
e. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnis bank tesebut, seperti pengadilan, sanksi, pengawasan dan lain-lain.
Terdapat pula beberapa faktor yang membantu pembentukan hukum perbankan, yaitu
diantaranya perjanjian, yurisprudensi dan doktrin.
- Perjanjian
Dalam KUHPerdata terdapat ketentuan, bahwa semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal
1338 BW).
- Yurisprudensi
Yurisprudensi tetap diterima sebagai salah satu sumber hukum, atau faktor
pembentuk hukum. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 27 ayat 1 UU No 14
Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu
bahwa “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.”
Ketentuan tersebut dapat dijadikan suatu dasar bahwa pengadilan pun dapat
memegang peranan yang aktif untuk pembentukan hokum secara umumnya dan
hukum perbankan secara khususnya.
- Doktrin
Doktrin, atau pendapat ahli hukum yang ternama dapat dijadikan sebagai sumber
hukum, yang merupakan ajaran pada bangsa Romawi tetapi kemudian pada
perkembangannya telah menjadi pegangan bangsa-bangsa yang lain.
Prinsip Hukum Tentang Bank Berdasarkan Syariah
1. Latar Belakang
Lahirnya bank berdasarkan syariah di Indonesia telah menambah semarak khasanah
hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di Indonesia. Betapa tidak,
karena sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam, sehingga kehadiran bank
berdasarkan syariah yang notabene dilandasi unsure-unsur syariat Islam tersebut benarbenar seperti “gayung bersambut”
Apalagi karena system perbankan konvensional yang mengandalkan pada simpanan atau kredit berdasarkan pada “bunga”, di mana hal tersebut oleh kelompok tertentu dalam
Islam masih dipersamakan dengan bunga uang yang dilarang oleh hukum Islam. Atau
setidak-tidaknya ada keraguan terhadap halal atau haramnya bunga bank. Dengan
demikian, lembaga alternative berupa bank tanpa bunga yang memang benar-benar
berdasarkan hukum syariah tentu disambut dengan hangat oleh masyarakat.
Lagi pula dibanyak negeri lain, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ternyata
bank-bank yang berdasarkan syariah sangat berkembang dan sangat bagus prospeknya.
Di Indonesia misalnya ada Bank Muamalat Indonesia, disamping banyak juga BRP
Syariat, seperti BPR Nusumma, BPR Muhammadiyah-Lippo, BPR Amanah Robbaniah di
Bandung, dan lain-lain.
Di luar negeri bahkan banyak Bank Syariat yang umurnya sudah lama. Misalnya sebagai
berikut:
1. Bahain Islamic Bank (berdiri tahun 1979)
2. Islamic Bank Bangladesh (1986)
3. Kuwait Finance House (1987)
4. Bank Islam Malaysia Berhad (1987)
5. Qatar Islamic Bank (1407)
6. Faysal Islamic Bank Sudan (1407)
7. Sudanese Islamic Bank (1405)
8. Dubai Islamic Bank (1975)
9. The Islamic Internasional Bank for Investment and Development Mesir
(1980)
10. Bank Muamalat Indonesia
Melihat maraknya perkembangan kehidupan bank-bank yang berdasarkan syariat di luar negeri, maka tidak syak lagi bahwa kehadiran bank-bank tersebut di Indonesia sangat
menjanjikan. Hanya saja, tertentu perkembangannya di Indonesia yang bukan Hukum
Islam, khususnya hukum perbankan yang mendasari atas sistem perbankan konvensional
dengan memakai prinsip “bunga uang”. Diperlukan terobosan-terobosan yuridis untuk
memperlancar beroperasinya bank-bank berdasarkan syariah ini.
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, maka
eksistensi bank-bank yang berdasarkan suariah ini dipertegas dan kegiatannya diperluas
dari semula hanya melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, diubah sehingga
menjadi melakukan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan-kegiatan (bukan hanya
pembiayaan dengan bagi hasil) berdasrkan prinsip-prisnip syariah, di mana kegiatankegiatan
tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia (dalam undang-undang lama ditetapkan
oleh peraturan pemerintah).
2. Dasar Hukum Bank Berdasarkan Syariah
Ada beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum bagi beroperasinya bank berdasarkan
syariah. Ketentuan-ketentuan tersebut akan dijelaskan satu demi satu pada halaman
selanjutnya.
a. Dasar Hukum Berupa Peraturan Perbankan
Sungguhpun pembicaraan-pembicaraan tentang bank berdasarkan syariah sudah
lama ada di Indonesia, tetapi momentum terhadap lahirnya bank-bank yang
bergerak di bidang berdasarkan syariah tersebut baru ada setelah lahirnya Undangundang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian diubah dengan
Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
b. Dasar Hukum Berupa Perjanjian
Sebagaimana diketahhui bahwa kebanyakan transaksi antara nasabah dan bank
sebelumnya didahului oleh adanya suatu perjanjian/kontrak antara bank dan
nasabah yang bersangkutan. Sering kali kontrak tersebut merupakan kontrak baku
yang telah disediakan oleh bank yang bersangkutan. Konsekuensinya, ketentuanketentuan
hukum perjanjian yang bersumber dari Buku ke-III KUH Perdata
Indonesia berlaku juga terhadap transaksi-transaksi perbankan tersebut.
c. Dasar Hukum Berupa Syariat Islam
Karena produk-produk dari bank berdasarkan syariah bersumber dari syariat Islam,
maka seluruh kegiatan yang dilakukan oleh bank berdasarkan syariah tidak boleh
bertentangan dengan hukum Islam. Oleh sebab itu, ada kewajiban untuk
membentuk suatu Dewan Pengawas Syariah bagi bank yang bersangkutan. Bahwa
berlakunya hukum syariat bagi bank berdasrkan syariat terlihat dari produk-produk
yang dihasilkannya, dan hal tersebut dengan tegas pula diisyaratkan dalam pasal 6
huruf (m) dan pasal 13 huruf
(c). Menurut pasal 1 ayat (13) dari Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang perbanakn keuangan yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah aturan-aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip pernyataan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) .
good posting
BalasHapus